Dalam iklim yang kompetitif sekarang ini, sulit bagi
organisasi untuk dapt hidup dengan baik jika tidak memiliki kemampuan untuk
merubah diri dengan cepat dan mampu berkembang seiring dengan tuntutan
stakeholder. Kondisi ini berlaku hampir pada keseluruhan organisasi baik yang
bersifat profit mupun yang bersifat non-profit. Sekolah/madrasah sebagai
lembaga pendidikan yang termasuk juga lembaga non-profit juga tidak terlepas
dari fenomena ini, itulah sebabnya dalam banyak hal lembaga pendidikan harus
mengetahui berbagai harapan dan kebutuhan atakeholder. Pemerintah dalam hal ini
telah memberikan regulasi kepada lembaga pendidikan untuk selalu menyertakan
stakeholder dalam seluruh kegiatan melalui apa yang disebut dengan komite
madrasah.
Dinyatakan secara tegas, bahwa komite sekolah merupakan lembaga mandiri dan
bersifat independen. Kedudukan komite sekolah tidak dibawah bayang-bayang
kekuasaan kepala sekolah. Kedudukan kepala sekolah sama sekali tidak sebagai
”pembina” seperti kedudukan BP3 pada era sebelumnya. Independensi kedudukan dan
peran tersebut menjadi terganggu, misalnya hanya karena salah satu sumber
anggaran komite sekolah mungkin berasal dari rencana anggaran penerimaan dan
belanja sekolah (RAPBS). Dengan tersedianya anggaran dalam RAPBS tersebut, maka
ada anggapan bahwa komite sekolah menjadi lembaga birokasi yang berada di bawah
kepala sekolah, bahkan di bawah kepala dinas pendidikan. Penyediaan anggaran
komite sekolah dalam RAPBS tidak berarti anggaran itu bukan dari kepala
sekolah, melainkan bersumber dari keluarga dan masyarakat.
Hubungan Kemitraan Komite Sekolah dan Kepala Sekolah
Masyarakat adalah komponen pendidikan nasional yang sangat berpengaruh dalam
pengembangan pendidikan. dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu dan
berkualitas, harus ada hubungan yang harmonis antara sekolah dan masyarakat dan
keluarga. Hubungan yang harmonis akan terwujud apabila ada saling pengertian
antara sekolah, orang tua, dan masyarakat serta lembaga-lembaga lain yang ada
dalam masyarakat, termassuk dunia kerja. Setiap unsur mempunyai peran yang
masing-masing, sehingga membentuk satu kesatuan dalam sebuah sistem masyarakat,
seperti pihak sekolah, masyarakat, dan pemerintah mempunyai peran masing-masing
yang saling mendukung satu dengan yang lainnya. Masyarakat dituntut untuk
berpartisipasi aktif agar dapat lebih memahami, membantu, dan mengontrol proses
pendidikan.
Berdasarkan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, dimana daerah
(termasuk di dalamnya adalah madrasah) diberi kebebasan untuk mengelola dan memberdayakan
potensi madrasahnya masing-masing. Kebijakan tersebut bertujuan untuk
memberdayakan daerah dan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dalam segala bidang kehidupan, termasuk bidang pendidikan dan sebagai upaya
untuk pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan.
Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan, diperlukan
wadah yang dapat mengakomodasi pandangan, aspirasi, dan potensi masyarakat,
sekaligus dapat menjamin terwujudnya demokratisasi, transparansi dan akuntabilitas
dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu wadah tersebut adalah dewan
pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan komite madrasah di tingkat satuan
pendidikan.
Sebagaimana telah disebutkan diatas, Komite madrasah merupakan suatu
wadah/lembaga yang mengikutsertakan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
pada tingkat satuan pendidikan yang dapat menampung dan menyalurkan pikiran dan
gagasan dalam mengupayakan kemajuan pendidikan. Dalam hal ini komite madrasah
merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan
pendidikan madrasah.32 Namun dalam pelaksanaan dilapangan, komite sekolah
sebagai wakil masyarakat harus diberikan ruang oleh kepala sekolah untuk bisa
mengimplementasikan peran-perannya. Hal itu sependapat dengan apa yang
diungkapkan oleh Sugeng bahwa kepala sekolah harus berkompetensi mengelola
hubungan sekolah dengan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan, ide, sumber
belajar, dan pembiayaan sekolah atau madrasah.
Pedoman kerja komite sekolah pada bab II pasal 4 tentang kedudukan komite
sekolah yang menyebutkan: Komite sekolah di SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK,
berkedudukan sebagai lembaga mandiri yang diluar struktur organisasi SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK atau lazim disebut dengan organisasi non struktural, tetapi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK sebagai mitra kerja
unsur pimpinan SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK.
Dalam pasal 4 diatas sangat jelas disebutkan bahwa komite sekolah merupakan
mitra kerja kepala sekolah sebagai unsur pimpinan satuan pendidikan. Sehingga
transformasi pelaksanaan konsep komite sekolah memerlukan pemahaman dari
berbagai pihak baik dari anggota komite sekolah maupun dari kepala sekolah sehingga
bisa menciptakan hubungan sinergis antara keduanya.
Jika dilihat pada struktur organisasinya, keberadaan komite madrasah sejajar
dengan kepala madrasah yang dihubungkan dengan garis koordinatif. Berdasarkan
garis koordinatif diatas maka, dalam tata hubungan kepala sekolah dan komite
sekolah dirumuskan sebagai berikut:
1. Koordinatif
Sesuai Keputusan Mendiknas No. 044/U/2002 tanggal 2 April 2002 tentang Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah, Kepala Sekolah dan Ketua Komite harus selalu
berkoordinasi dalam penyelenggaraan sekolah.
2. Suportif
Kepala Sekolah dan Ketua Komite saling mendukung, bahu-mambahu dalam mewujudkan
dan merealisasikan program sekolah, yang tertuang dalam RAPBS dan APBS.
3. Evaluatif
Kepala Sekolah dan ketua komite dapat saling memberi masukan, saran, dan
pertimbangan yang positif - konstruktif dalam penyelenggaraan sekolah.
4. Normatif
Kepala Sekolah dan Ketua Komite selalu menjaga norma, etika, dan aturan dalam
hubungan tata kerja. Hal ini dapat menciptakan hubungan yang harmonis dan serasi
antar pribadi antar lembaga.
5. Kolaboratif
Potensi, kepentingan, tujuan, program, dan visi Kepala Sekolah dan Ketua Komite
dapat dipadukan dalam rangka mencapai tujuan lembaga. Sinergi ini akan sangat
membantu pencapaian tujuan dan target lembaga.
6. Komunikatif
Kepala Sekolah dan Ketua Komite Sekolah harus selalu menjaga dan menjalin tali
silaturahmi dan komunikasi yang produktif, konstruktif dan positif. Hal ini
dapat meminimalisir mispersepsi, misunderstanding, dan miskomunikasi.
Kesejajaran kedudukan antara komite sekolah dan kepala sekolah ini, secara
teoritis disebut dengan hubungan lateral, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Arni yakni hubungan yang terjadi antara orang-orang yang berada dalam jenjang
yang sama, dalam hal ini komite sekolah dan kepala sekolah dalam hierarki
kekuasaan, hubungan ini disebut pula dengan hubungan horizontal yang dilakukan
oleh orang-orang pada jenjang berbeda yang tidak memiliki kekuasaan langsung
atas satu dan lainnya (hubungan diagonal). Pesan yang mengalir menurut fungsi
dalam organisasi diarahkan secara horisontal. Pesan ini biasanya berhubungan
dengan tugas-tugas atau tujuan kemanusiaan, seperti koordinasi, pemecahan
masalah, penyelesaian konflik dan saling memberikan informasi.
Hubungan horisontal mempunyai tujuan tertentu diantaranya adalah sebagai
berikut:
a) Mengkoordinasikan tugas-tugas.
Kepala-kepala bagian dalam suatu organisasi kadang-kadang perlu mengadakan
rapat atau pertemuan, untuk mendiskusikan bagaimana tiap-tiap bagian memberikan
kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi
b) Saling membagi informasi untuk perencanaan dan aktivitas-aktivitas.
Ide dari banyak orang biasanya lebih baik daripada ide satu orang. Oleh karena
itu komunikasi horizontal sangatlah diperlukan untuk mencari ide yang lebih baik.
Dalam merancang suatu program latihan atau program hubungan dengan masyarakat,
anggota-anggota dari bagian perlu saling membagi informasi untuk membuat
perencanaan apa yag akan mereka lakukan.
c) Memecahkan masalah yang timbul di antara orang-orang yang berada dalam
tingkat yang sama.
Dengan adanya keterlibatan dalam memecahakan masalah akan menambah kepercayaan
dan moral dari karyawan. Menyelesaikan konflik di antara anggota yang ada dalam
bagian organisasi dan juga antara bagian dengan bagian lainnya. Penyelesaian
konflik ini penting bagi perkembangan sosial dan emosional dari anggota dan
juga akan menciptakan iklim organisasi yang baik.
d) Menjamin pemahaman yang sama.
Bila perubahan dalam suatu organisasi diusulkan, maka perlu ada pemahaman yang
sama antara unit-unit organisasi atau anggota unit organisasi tentang perubahan
itu. Untuk itu mungkin suatu unit dengan unit lainnya mengadakan rapat untuk
mencari kesepakatan terhadap perubahan itu. Untuk ini mungkin suatu unit dengan
unit lainnya mengadakan rapat utnuk mencari kesepakatan terhadap perubahan
tersebut.
e) Mengembangkan sokongan interpersonal.
Karena sebagian besar dari waktu karyawan berinteraksi dengan temannya maka
mereka memperoleh sokongan hubungan interpersonal dari temannya. Hal ini akan memperkuat
hubungan di antara sesama karyawan dan akan membantu kekompakan dalam kerja
kelompok. Interaksi ini akan mengembangakan rasa sosial dan emosional karyawan.
Bentuk yang paling umum dari hubungan horizontal adalah kontak personal yang
mungkin terjadi dalam beberapa tipe. Diantara bentuk yang seringkali terjadi
adalah sebagai berikut:38
a) Rapat-rapat komite
Rapat-rapt komite ini biasanya diadakan untuk melakukan koordinasi pekerjaan,
saling berbagi informasi, memecahkan masalah dan menyelesaikan konflik di
antara sesama karyawan.
b) Interaksi informal pada waktu jam istirahat.
Anggota unit-unit kerja dalam organisasi mungkin bekerja terpisah satu sama
lain, tetapi pada waktu jam istirahat mereka mempunyai kesempatan berkumpul
bersama saling terlibat dalam komunikasi interpersonal satu sama lain.
c) Percakapan telepon.
Karena pada masa sekarang tiap-tiap organisasi umumnya mempunyai telepon maka
pemberian informasi di antara satu karyawan dengan karyawan yang lainnya dapat
dilakukan melalui percakapan telepon. Dalam kenyataannya telepon dapat
mempercepat dengan anggota lain yang tempat kerjanya berjauhan.
d) Memo dan Data
Tulisan tangan yang berbentuk memo atau nota adalah bentuk yang paling umum
digunakan dalam saling berhubungan dengan teman sekerja.
e) Aktivitas Sosial
Di dalam suatu organisasi biasanya ada kelompok-kelompok untuk rekreasi,
olahraga, kegiatan sosial dan sebagainya. Kelompok-kelompok ini mengembangkan
komunikasi horizontal dalam organisasi.
f) Kelompok Mutu
Yang dimaksud dengan kelompok mutu ini adalah suatu kelompok dalam organisasi
yang secara sukarela bertanggung jawab untuk memperbaiki mutu pekerj.aan
mereka. Kelompok ini biasanya sekali dalam seminggu mengadakan diskusi
melakukan analisa dan memberikan saran-saran untuk penyempurnaan kualitas atau
mutu dari pekerjaan mereka. Mereka ini dilatih dalam menggunakan teknik-teknik
tertentu dan cara memecahkan masalah tertentu. Pemimpin kelompok dilatih dalam
ketrampilan kepemimpinan, metode belajar orang dewasa, memotivasi dan teknik berkomunikasi.
Rapat-rapat persatuan ini dilakukan pada waktu jam kerja organisasi
Selain hubungan horisontal yang telah disebutkan diatas, terdapat pula hubungan
antar personal yang terjadi antara komite sekolah dan kepala sekolah, sebab
dalam sebuah organisasi, terjadi pula hubungan antar personal atau antar
pribadi. Dalam hubungan yang saling mengisi atau melengkapi, dua orang individu
terlibat dalam tingkah laku yang berbeda. Dalam hubungan melengkapi perbedaan
diantara keduanya maka masing-masing individu harus memperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan efektivitas komunikasi antar pribadi.
Suatu hubungan antar pribadi bisa efektif nampaknya dapat dikenal dengan lima
hal berikut ini, Yakni:
1. Keterbukaan
2. Empati
3. Dukungan
4. Kepositifan
5. Kesamaan
Keterbukaan, untuk menunjukkan kualitas keterbukaan dari komunikasi
antarpribadi ini paling sedikit ada dua aspek, yakni: aspek keinginan untuk
terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain. Dengan keinginan
untuk terbuka ini dimaksudkan agar diri masing-masing tidak tertutup di dalam
menerima informasi dan berkeinginan untuk menyampaikan informasi dari dirinya
bahkan juga informasi menegenai dirinya kalau dipandang relevan dalam rangka
pembeciraan anatarpribadi dengan lawan bicaranya. Aspek lainnya ialah keinginan
untuk menanggapi secara jujur semua stimuli yang datang kepadanya. Diam, tidak
bereaksi, tidak mau mengkritik, atau bahkan tidakmau bergerak secara fisik
barangkali mungkin tepat untuk suatu situasi tertentu, tetapi dalam komunikasi
anatarpribadi atau dalam percakapan sehari-hari barangkali akan membosankan.
Dalam keterbukaan ini sudah sepetutnya kalau masing-masing mau bereaksi secara
terbuka terhadap apa yang dikatakan oleh masing-masing. Tidak ada yang paling
buruk kecuali ketidakpedulian (indifference), dan tidak ada yang paling nikmat
selain dihargainya perbedaan pendapat. Biarpun berbeda pendapat, katakanlah
walau tersa pahit bagi yang mendengarkannya.
Dengan demikian komunikasi antarpribadi bisa dikatakan efektif jika keterbukaan
dalam berkomunikasi ini diwujudkan. Adalah sangat tidak efektif kalau terjadi
dua orang berkomunikasi yang satu mengemukakan pendapatnya, sedangkan lawan
bicaranya dari awal sampai akhir diam saja tidak ada reaksi. Barangkali
mendingan berkomunikasi dengan patung, paling sedikit kita dapat mengetahui
kapan dan untuk apa patung itu dibuat.
Empathy, barangkali kualitas komunikasi yang sangat sulit dicapai adalah
kemampuan untuk melakukan empati ini. Dengan empati dimaksudakan untuk
merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh orang lain suatu perasaan bersama
persaan orang lain yakni, mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan persaan
orang lain. Jika dalam komunikasi kerangka pemikirannya dalam kerangka empati
ini, maka seseorang akan memahami posisinya, dari mana mereka bersal, di mana
mereka sekarang dan ke mana mereka akan pergi. Dan yang paling penting ialah
kita tidak bakal memberikan penilaian pada perilaku atau sikap mereka sebagai
perilaku atau sikap yang salah atau benar. Sedangkan simpati merasakan untuk
orang lain, misalnya merasa kasihan pada orang lain.
Dukungan, dengan dukungan ini akan tercapai komunikasi antarpribadi yang
efektif. Dukungan adakalanya terucapkan dan adakalanya tidak terucapkan.
Dukungan yang tidak terucapkan tidaklah mempunyai nilai negatif, melainkan
dapat merupakan aspek positif dari komunikasi. Gerakan-gerakan seperti anggukan
kepala, kerdipan mata, senyum, atau tepukan tangan merupakan dukungan positif
yang tak terucapkan. Dalam keterbukaan dan empati komunikasi antarpribadi tidak
bisa hidup dalam suasana yang penuh ancaman. Jika partisipan dalm asuatu
komunikasi mersa bahwa apa yang akan dikatakan akan mendapay kritikan, atau
diserang, umpamanya, maka mereka akan segan untuk berlaku terbuka atau enggan
memberitahukan tentang dirinya dalam cara apapun.
Kepositifan, dalam komunikasi antarpribadi kualitas ini paling sedikit ada tiga
aspek perbedaan atau unsur. Pertama, komunikasi antarpribadi akan berhasil jika
terdapat perhatian yang positif terhadap diri seseorang. Jika beberapa orang
mempunyai perasaan negatif terhadap dirinya, mereka akan mengkomunikasikan
perasaan tersebut kepada orang lain, maka orang lain ini kemungkinan akan
mengembangkan rasa negatif pula. Sebaliknya jika orang-orang mempunyai perasaan
positif terhadap dirinya berkeinginan akan menyampaikan perasaannya kepada
orang lain, maka sepertinya orang lain tersebut akan menanggapi dan
memperhatikan perasaan positif tadi. Kedua, komunikasi antar pribadi akan
terpelihara baik, jika suatu perasaan positif terhadap orang lain itu
dikomunikasikan. Hal ini akan membuat orang lain tersebut merasa lebih baik dan
mempunyai keberanian untuk lebih berpartisipasi pada setiap kesempatan.
Seseorang dalam suasana seperti ini tidak lagi mempunyai persaan tertutup. Dia
senang dianggap bisa berperan. Ketiga, suatu perasaan positif dalam situasi
komunikasi umum, amat bermanfaat untuk mengefektifkan kerja sama. Tidak ada hal
yang paling menyakitkan kecuali berkomunikasi dengan orang lain yang tidak
tertarik atau tidak mau memberikan respon yang menyenangkan terhadap situasi
yang dibicarakan.
Kesamaan, ini merupakan karakteristik yang teristimewa, karena kenyetaannya
manusia ini tidak ada yang sama, maka orang kembar pun didapatkan adanya
perbedaan-perbedaan. Kenyataannya di dunia ini ada orang yang gagah, ada yang
kaya, ada yang tidak cantik, ada pula yang menjadi petinju, dosen, gali, dan
banyak lagi yang menunjukkan ketidaksamaan. Komunikasi antarpribadi akan lebih
bisa efektif jika orang-orang yang berkomunikasi itu dalam suasana kesamaa. Ini
bukan berarti bahwa orang-orang yang tidak emmpunyai kesamaan tidak bisa
berkomunikasi. Jelas mereka bisa berkomunikasi. Akan tetapi jika komunikasi
mereka menginginkan efektif, hendaknya diketahui kesamaan-kesamaan kepribadian
diantara mereka.
Dengan cara ini dimaksudkan hendaknya terdapat ”pengenalan tak terucapkan”
bahwa kedua belah pihak yang berkomunikasi dihargai dan dihormati sebagai
manusia yang mempunyai sesuatu yang penting untuk dikontribusikan kepada
sesamanya. Karakteristik kesamaan dalam komunikasi anatarpribadi dapat pula
dilihat dari kedudukan anatara pembicara dan pendengar. Adalah sulit dan tidak
efektif dalam komunikasi anatarpribadi jika terdapat suau situasi pembicara
yang berbicara seoanjang waktu pula. Hendaknya ada usaha untuk mencapai
kesamaan anatar pembicara dan pendengar. Memang terdapat kedudukan bahwa
seseorang sebagai pembicara dan orang lain sebagai pendengar dalam
berkomunikasi, tetapi itu bukan berarti bahwa pembicara harus mendominir semua
waktu yang ada, sementara itu lainnya mengentuk atau keluar ruangan dengan muka
masam. Selain itu jabatan-jabatan yang beraneka macam variasinya di dunia ini
dapat menciptakan kesombongan-kesombongan dalam komunikasi seperti misalnya
profesor kurang merasa bahagia berkomunikasi dengan tukang kebun, direktur
perusahaan tidak enek berbincang-bincang dengan kuli, dan demikian seterusnya.



0 komentar:
Posting Komentar